♣ Skin Aqua UV Moisture Gel


Skin Aqua merupakan produk dari Rohto Jepang. Skin Aqua yang beredar di Indonesia mempunyai empat variant yaitu Skin Aqua UV Whitening Milk, Skin Aqua UV Mild Milk, Skin Aqua UV Moisture Milk, dan Skin Aqua UV Moisture Gel. Karena jenis kulit saya berminyak, maka saya pilih Skin Aqua UV Moisture Gel.

Skin Aqua UV Moisture Gel mempunyai high hydration dan memberikan daily UV protection. Produk ini mengandung SPF 30 dan PA++ sebagai perlindungan ganda terhadap sinar UV-A dan UV-B. Selain itu produk ini juga melindungi kulit secara optimal dengan kandungannya a) Hyaluoronic Acid (AcHA) dan kolagen untuk membantu melembabkan dan melembutkan kulit dan b) Vitamin B5, E, dan C untuk memberikan nutrisi kulit sehingga kulit sehat dan lembut.

Skin Aqua dapat digunakan sebagai dasar makeup dan face and body lotion. Dianjurkan menggunakan lagi setelah berkeringat, mengeringkan wajah dengan handuk, atau jika terkena paparan sinar matahari yang lebih lama.

Desain kemasannya memudahkan kita mengeluarkan cairan. Cairan Skin Aqua UV Moisture Gel berwarna putih. Teksturnya menurut saya terasa seperti campuran antara lotion dan gel. Sedikit berbau namun tidak mengganggu. Mudah diaplikasikan pada kulit. Setelah menempel, tekturnya terasa ringan. Sedikit white cast tapi sedikit banget dan langsung hilang. Tidak bikin breakout.

Walaupun UV Moisture Gel ini diperuntukkan bagi orang yang mempunyai kulit normal-oily, tapi ketika sudah dipakai, wajah saya terasa tetap berminyak. Mungkin karena gelnya. Makanya UV Moisture Gel tidak bisa dipakai sendiri (kecuali kalau tidak keluar rumah). Minimal pakai loose powder setelahnya agar tidak kelihatan mengkilap. Tapi saya oke-oke saja sama kekurangan ini (as long as tidak menimbulkan minyak berlebih) karena sudah pakai moisturizer lain dan minyak wajah tetap muncul. Skin Aqua mempunyai lebih banyak kelebihan daripada kekurangannya :)

Menurut saya, Skin Aqua adalah produk yang bagus karena produk ini melindungi, melembutkan, melembabkan, dan menyehatkan kulit. Plus, untuk 80 gr saya beli dengan harga kurang dari Rp 37.000,00 saja :)

Rating
Kemasan: 4/5 (80 gr sedikit terlalu gedhe buat dibawa-bawa)
Kualitas: 3/5
Keseluruhan: 3,5/5
Harga: around Rp 36.000,00
Repurchased : yes

Updated on 27 Nov
Tiga hari ini saya pake pas di dalam rumah, ternyata kalau dipakai sendiri bikin kulit muka menjadi terlihat gelap. Saran saja pas pake SkinAqua bisa dicampur dulu sama foundation. Karena ini, ratingnya saya turunin :D

Image via SkinAquaID

♣ Things bug me: no handphone no life.

Emma Roberts ngobrol di telepon

Ini bukan pertama kalinya denger beginian. Sejak handphone berkembang pesat di Indonesia, banyak media menginformasikan efek buruk pemakaian handphone yang berlebihan. Yang beda cuma kalau yang kemarin-kemarin masih bisa bilang, “Ga apa-apa, ga akan kena efek buruknya”, berita yang saya denger tanggal 18 malem -ternyata- bisa bikin merinding. Padahal isi beritanya sama.

Jujur aja empat minggu belakangan suka sakit kepala. Entah kenapa. Mungkin karena tugas kampus yang lagi menggila. Mungkin juga karena saya dengerin radio lewat hp hampir tiap malem*. Atau mungkin karena empat minggu belakangan ini sering duduk di depan notebook, browsing ga jelas, dan tahu-tahu, “Eh, uda jam segini?”. Makanya semalem itu langsung takut.

Karena alesan-alesan itu juga sebenernya saya ada keinginan buat off dari gadgets. Tapi mana bisa? Kadang kalo sini bisa off sebentar dari handphone, ternyata kita dibutuhin sama keluarga atau temen. Atau pas kita bisa off, ternyata ada pengumuman tugas kampus yang urgent segera dikumpulkan. 
Saya harap:
1. Gadgets bisa digunalan secara bijak.
2. Bagaimana kalau semua orang diberkati sama telepati? Biar telpon ga perlu bayar :)


*Dengerin radio lewat headset wireless berdampak negatif juga.
*Efek-efek buruk handphone bisa browsing sendiri.

Image via Zimbio

♣ Mungkin mereka pikir saya ini keturunan Cina yang suka berjemur di pantai.

Suatu hari di kelas, teman saya bilang, "Apa?" dengan intonasi tegas, suara jelas, dan terdengar seperti membentak.

Dulu waktu kecil, banyak orang salah mengira asal saya. Mereka selalu bertanya, "Kamu orang Cina ya?". Saya gampang saja menjawa, "Bukan". Dan ini meninggalkan rasa penasaran pada saya dan mereka.

Tapi kenapa saya? Kenapa Cina?

Dulu juga waktu kecil, kalau sudah tenggelam dalam dunia sendiri, pertanyaan semacam itu sering muncl. "Tapi kenapa saya? Kenapa Cina?" sampai saya bisa menemukan jawabannya. Ternyata karena mata.

Saya mirip ayah.

Mata saya sipit. Mata saya seperti orang Cina. Jadi itu lah kenapa banyak orang mengira saya keturunan Cina. Tapi mereka tidak cermat. Kulit saya terlalu gelap untuk seorang keturunan Cina.

Mungkin mereka pikir saya keturunan Cina yang ini suka berjemur di pantai.

Karena mata sipit saya, banyak orang salah menilai. Mereka kira saya galak, mereka kira saya tidak ramah. Tapi waktu memberikan jawaban. Sekarang mereka bilang sebaliknya.

Mata saya sipit.

♣ Things bug me: men that shape their eyebrows.

Saya orangnya peduli banget sama hal-hal kecil. Contohnya kemarin pas kuliah, saya mikir “Kenapa sih cewek itu pake baju motif polkadot dari bawah sampe atas?” atau “Kenapa sih orang-orang bisa ga ke kamar mandi, ga pipis, selama hampir tujuh jam?”. Satu hal lain yang sering saya pikir adalah “KENAPA SIH LAKI-LAKI DI JEPANG ALISNYA DIRAPIIN?”


Liat deh gambar di atas. 
Pertama sadar pas liat TV Champion. Laki-lakinya punya alis yang rapi banget. Even alis saya ga serapi itu, saya kalah. Trus juga pas ga sengaja liat film ultraman, laki-lakinya juga punya alis yang rapi. Ada apa sih? Kok alis mereka rapi banget? Apa karena karakter cowok di anime juga punya alis yang rapi?

Ternyata setelah browsing, laki-laki Jepang ngerapiin alis karena laki-laki yang merapikan alis dianggap sebagai laki-laki yang peduli penampilan. Why?
“The current preference among young men is for thin rather than thick eyebrows. In a poll of male readers, 70.9 per cent of the respondents said they think men look better with thin eyebrows.” — Men and Masculinities In Contemporary Japan: Dislocating the Salaryman Doxa by James E. Roberson, Nobue Suzuki
 Ga cuma itu tapi juga..
“To ensure that eyebrow work is seen as an appropriate heterosexual activity, articles and advice pieces insert quotes from admiring girlfriends or testimonies from the guy on the street who reports that his girlfriend approves or that, in fact, it was a girlfriend who first taught him how to do it. One fellow even positions this beauty work as a form of courtship when he says “Doing eyebrows together with a girlfriend is my dream”.” — Men and Masculinities In Contemporary Japan: Dislocating the Salaryman Doxa by James E. Roberson, Nobue Suzuki
Kalo saya, laki-laki dengan alis seperti itu sih ga banget deh. Bagus peduli pada penampilan. Lebih bagus lagi kalau kita melakukan sesuatu untuk menunjukkan bahwa kita peduli pada penampilan. Bagus kita menjaga dan merawat. Tapi tetep aja ngerapiin alis bagi laki-laki itu too much. Mungkin karena di sini yang ngerapiin alis cuma perempuan atau laki-laki yang.. you know lah.

Quotation #1 via Asoodesuka
Quotation #2 via Asoodesuka
Image via Gyaruo